Breaking News
Loading...
11/27/2015

Info Post


Dulu kami (saya dan teman-teman kampus satu kelas) mendapat tugas membuat laporan penelitian mini tentang permasalahan sosial masyarakat disekitar kami tinggal. Yang menarik perhatian kami adalah masalah Religiulitas PSK (Pekerja Seks Komersial) dan Waria. Pada kesimpulannya, mereka (PSK & Waria) masih beribadah sebagaimana masyarakat biasa yang berprofesi benar dan halal, bahkan lebih memiliki kecenderungan sosial yang tinggi. Contoh kasus : menurut pemilik warung dekat rumah PSK, tak pernah nganjuk (ngutang), sedangkan tetangga lain yang bekerja ditempat halal selalu berhutang.

Namun sekarang, saya akan bercerita tentang seseorang yang lebih dekat. Seorang kawan yang sudah berpuluh tahun menghabiskan waktu bersama sehingga berjuta cerita telah kami bungkus dalam berbagai kemasan. Takkan pernah kami jual, meski banyak yang berminat dan menawarkan untuk difilmkan. Jika ada yang mau mengambil untung, kami tak mau, tapi bila ada yang ingin mengambil hikmah dengan senang hati kami bagi.

Cerita saya mulai disebuah kampung sebelum ayam berkokok, ketika kami mendengar suara seseorang yang sedang mengaji di masjid menggunakan microphone. Kadang kawan saya itu sering bilang, sayang suara ngaji yang tiap hari kami dengar dari masjid itu tanpa dibarengi kaidah mengaji yang syar’i. Kurang tartil. Tapi menurut saya, seseorang yang di masjid sana lebih baik daripada kawan saya yang bangun subuh bukan menyentuh air wudhu malah memijit remote TV, menonton program acara yang kurang bermakna sambil menunggu azan subuh.

Kebiasaannya mandi terlebih dahulu sebelum salat subuh. Pakaian bersih, memakai wangi-wangian seperti layaknya sunnah-sunnah yng dilakukan para pria ketika hendak pergi salat jum’at. Setelah kumandang azan berhenti lima menit yang lalu, kawan saya itu menggelar sajadah empuk, wangi, dan selalu terlihat baru. Padahal saya tahu, kami membeli sajadah itu bersama, 7 tahun yang lalu. Masjid hanya terhalang 5 rumah tetangganya dan ia salat subuh dirumah saja. Jadi ingat video yang kawan lain perlihatkan pada saya. Kira-kira pesannya seperti ini, “perjalanan terjauh dan terberat seorang lelaki adalah  perjalanan ke masjid. Sebab banyak orang kaya yang tidak sanggup mengerjakannya. Jangankan sehari 5 waktu, bahkan banyak pula yang seminggu sekalipun terlupa. Tidak jarang pula seumur hidup tidak pernah singgah kesana.

Pernah saya meminjam kamera Handphonenya. Layar utamanya dipenuhi aplikasi religi. Do’a pagi dan sore salah satunya, pantas tiap pagi sering melihat kawan saya itu asik masyuk dengan HPnya tanpa menyentuhnya, sekedar dilihat sambil sesekali menggeser layar. Tapi itu, 3 tahun yang lalu. Pernah ganti HP, aplikasi dipasang lagi  dan sekarang pun, aplikasi-aplikasi itu masih terpasang.

Ketika waktu dhuha tiba, selalu ia berkata tentang niat berdo’a karena paham akan makna pahalanya. Satu saja alasan yang menggugurkan niatnya. Karna ia sedang bekerja, dan bekerja adalah sama ibadah juga. Kesempatan selalu menyambanginya, namun ia selalu ragu menyempatkan diri. Timbul keyakinan dalam diri, bahwa esok mungkin tak sesibuk hari ini.

Jelang zuhur waktu stamina semakin kendur, ia tahu cara mengubur rasa itu. Ambil wudhu dan segera salat. Kebetulan tempat kerjanya ada mushala mungil, namun suka dijadikan tempat ngerumpi ibu-ibu atau babysitter yang menunggui anak atau anak majikannya. Setelah cari informasi, ternyata ada masjid yang dekat. Jika ijinpun takkan memakan waktu lama, sekalian istirahat makan siang.

Maaf, kawan saya itu “haget” (antusias) salat berjamaah dimasjid bukan karena tahu keutamaannya. Sering saya lihat, selesai salam bukannya langsung zikir malah langsung membuka HPnya yang dari tadi terus bergetar. Seperti sibuk melayani SMS, BBM, LINE, WhatsApp atau apapun namanya. Sesekali senyumnya mengembang, mengernyitkan dahi, pasrah, dan ekspresi lannya. Lupa, kalau ia tengah meminta apa. Lupa, kalau ia tengah bersama siapa. Lupa, untuk apa ia di sana. Setelahnya, ia rebahan melemaskan seluruh anggota badan seperti kemarin dan hari-hari sebelumnya setelah semua jama’ah masjid pulang.

Sore hari untuk salat ashar, sudah sampai masjid sebelum muazin mengumandangkan azan. Namun, selesai rakaat pertama, ia masih berada di selasar. Akhirnya masuk masbuk. Kawan saya bilang, malas salaman bergantian setelah zikir di masjid itu. Mungkin di masjid dekat rumahnya tidak ada yang seperti itu.

Karena ada aktivitas tambahan, akhirnya magrib selalu dalam perjalanan. Suara panggilan azan yang menggema di mana-mana dan dalam radius yang sangat dekat, tak sedikit pun menggugah hatinya untuk memarkirkan kendaraannya di area parkir masjid. Karena menurutnya tak butuh lebih dari 20 menit sampai ke rumah, bahkan 10 menit bisa. Kalau mau hitung-hitungan waktu, salat itu bisa kurang dari 7 menit.

Sesampainya dirumah, meski waktu sangat pendek, ada banyak hal yang harus dipersiapkan supaya ibadahnya khusyuk. Pakaian yang lusuh dan mungkin kotor juga badan yang bau dan dalam kondisi letih. Setidaknya beristirahat sejenak. Yang tak pernah disadarinya, sejenak itu lebih dekat ke waktu Isya.

Waktu Isya pun tiba, kawan saya sudah keluar dari alam nyata. Entah apa yang terjadi tadi siang yang membuat ia mengigau berteriak sangat keras. Dengan kondisi tv di kamar menyala dan dalam posisi telentang diatas sajadah berubah arah menjauh kiblat. Setelah sadar ia cepat-cepat berwudhu dan salat isya, sayup-sayup terdengar suara mengaji dari masjid dekat rumah. Kitab Al Qur’an masih tersimpan dalam tas kerjanya. Tak pernah lupa ia bawa kemanapun, tapi tak pernah ia buka. Mungkin jika ada film dari negara tetangga, judulnya kira-kira seperti ini, “Aktiviti Lelaki Masa Kini”.

Astagfirullah..... ketika kami bercermin dalam cermin yang sama, tampaklah dua wajah yang tak beda. Kawan itu adalah saya. Lalu, apa beda saya dengan PSK & Waria cerita diatas. Kita sama-sama yakin dan paham aturan dan kitapun sama dalam realisasi.

Abung Abdul Ghopur, Pegiat Forum Lingkar Pena (FLP), Ketua FLP Cabang Garut 2013-2015

0 komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan penuh santun.