Menurut KBBI bakat
merupakan kepandaian, sifat, dan pembawaan yag dibawa sejak lahir. Artinya
tidak seorang manusiapun yang dilahirkan tanpa bakat. Bahkan ketika terlahir ke
dunia ini, setidaknya manusia yang terlahir lebih berbakat dalam mengibaskan
ekor mereka ketimbang jutaan temannya yang lain.
Melihat melalui kaca
mata baik sangka, ketika seseorang mengatakan dirinya tidak berbakat, maka Ia
sedang berendah hati. Juga apabila seseorang mengatakan dirinya berbakat,
sesungguhnya Ia sedang bersyukur atas nikmat-Nya. Karena apapun bentuknya,
dalam menekuni sesuatu hingga menjadi mahir atau professional, kita membutuhkan
bakat. Lalu, bagaimana dengan menulis? Ya, jika kita ingin mahir atau
professional maka kita membutuhkan bakat.
Namun, bakat bukanlah
segalanya. Bakat tetap memerlukan kerja keras untuk berkembang. Tidak ada
seorang yang berbakat yang tidak bekerja keras. Juga tidak ada orang yang
bekerja keras kemudian tak menjadikannya berbakat.
Bakat bisa diukur dari
ketertarikan seseorang. Seseorang yang tertarik dengan bacaan ini tentu Ia
adalah seorang yang memiliki ketertarikan khusus ada dunia tulis menulis, dan
tentunya memiliki bakat yang luar biasa dalam tulis menulis. Langkah
selanjutnya hanyalah bekerja keras untuk mengasah bakat agar pantas dikatakan
sebagai seorang penulis yang mahir.
Lalu bagaimana dengan
seseorang yang kita anggap memiliki bakat yang luar biasa lalu Ia mengatakan
jika ‘ia sebenarnya tidak berbakat’. Saya rasa itu adalah bentuk kerendah
hatian orang tersebut. Selain itu, ia tahu betul jika ia harus mengangkat
semangat dan moral kita sebagai penulis pemula. Untuk menjadi seorang penulis
hebat memang membutuhkan kerendah hatian, karena dengan rendah hati seorang
penulis akan menemukan banyak cara untuk meluapkan kreatifitasnya dalam
tulisan, ia tidak akan seperti penulis yang besar kepala yang hanya tahu
tentang dirinya. Adapun ia memberikan suntikan moral karena iapun pernah
merasakan hal yang sama dengan kita. Dan mereka ingin kita bekerja keras agar
bakat kita terasah seperti bakat mereka.
Miris rasanya ketika
mendengar seseorang yang tidak merasa berbakat atau merasa tidak memerlukan
bakat dalam hidupnya. Padahal setiap bakat itu bisa didatangkan maupun hilang.
Dengan kata lain setiap orang bisa membakati dirinya. Adapun orang yang sudah
dinilai memiliki bakat tentu bakatnya itu bisa hilang jika ia
menyia-nyiakannya. Pada akhirnya bakat itu sangat erat hubungannya dengan rasa
syukur kita terhadap Tuhan. Orang yang mensyukuri nakmat bakat ini akan melatih
dirinya hingga bakatnya terasah sementara orang yang tidak bersyukur maka ia
akah kehilangan ketajaman bakatnya.
Agus Shahafi Nashshar, Pegiat Forum Lingkar Pena (FLP), Ketua FLP
Cabang Kuningan 2015-2017
0 komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan penuh santun.